Cuma Aku Seorang yang Kasmaran

Harusnya kekalutan mempunyai tanda-tanda. Biar sebelum kalut datang, pikiran dan raga sudah bersiaga. Menyiapkan segala upaya biar kalut datang cuma selewat, tidak singgah. Kalau sudah terlanjur singgah begini, berhari-hari, siang malam dahi berkerut, harus bagaimana.

Dia, yang awalnya kusangka bisa jadi kekasih pikiran, ternyata malah jadi sumber kekalutan. Sialnya, dia tidak mau repot-repot menyadari. Atau membantu membuat situasi agar jadi enak lagi.

Besok jd ke solo?” 
Jadi. Masalah kita jgn dibicarakan dulu.”

Pesan teks kita semalam tak habis aku pikir. Padahal aku memang tidak berniat membicarakan perkara kita. Sudah sebegitu paranoid kah kamu?

Pikiranku melayang ke awal-awal kita bersama. Macam anak sekolah baru kena cinta pertama. Sebentar-sebentar berkirim pesan teks. Sebentar-sebentar ingin bertemu, saat berpisah berlama-lama mengucap sampai jumpa. Kita berdua memang sudah lama keasikan sendiri, mungkin ini yang menyebabkan euforia manis dulu itu muncul. 

Sekarang, saat waktu bersama tertelan kesibukan masing-masing, pikiranku bertingkah menyebalkan. Sedikit-sedikit insecure. Sedikit-sedikit, kalau kamu lupa mengirim pesan selamat pagi, hati jadi tidak tentram seharian. Payah sekali. Tapi memang, perbincangan kita terasa tidak sehore dulu. Kadang malah aku berpikir, jangan-jangan cuma aku seorang yang kasmaran. Kamu sudah tidak

Mendung datang. Banyak kepala menengadah gelisah. Terburu-buru seakan kiamat sudah di depan mata. Padahal hujan itu berkah. Debu luruh dan unsur hara menari kegirangan. Tapi kalau langit gelap dan kesepian bertemu dalam satu momen yang sama, jangan salahkan pikiran kalau melayang sekenanya.




       

1 comment: